MUSLIMAH WAHDAH PUSAT
MUSLIMAH WAHDAH PUSAT
TUTUP

Nadi Peradaban Umat

Muslimahwahdah.or.id - MAKASSAR, Lebih dari empat belas abad yang lalu peradaban umat Islam mencapai puncak yang sangat gemilang. Izzah atau kehormatan kaum muslimin sangat terjaga. Pemimpin dan pasukannya tampil penuh dengan karismatik. Umat Islam berada pada fase puncak kejayaan yang dicatat oleh tinta emas sejarah bahwa mereka pernah menguasai dua per tiga bagian dari permukaan bumi ini. Sejak zaman manusia pertama Nabi Adam alaihissalam, ada banyak generasi yang berganti dari masa ke masa, dimana peradaban berkembang seiring waktu yang bergulir. Namun tahukah kita, hanya generasi umat Islam yang mendapatkan legitimasi khusus dari Allah sebagaimana dalam Alquran surah ali-Imran: 110

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

Artinya: Kamu(umat Islam) adalah terbaik yang dilahirkan untuk manusia,(karena kamu) menyuruh yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Seuntai kalimat indah berisi sanjungan dari zat yang maha indah ditujukan khusus untuk generasi terbaik sepanjang peradaban umat manusia. Allah subhanahu wa ta'ala memuji generasi ini dengan untaian, "kuntum Khaira ummah". Sekiranya pujian itu sekedar datang dari lisan manusia yang terkadang masih ada peluang baginya untuk berdusta, barangkali bisa saja kita meragukan narasi tersebut. Akan tetapi bagaimana halnya ketika pujian ini datang dari Rabb semesta alam yang Mahabenar? tentu tidak ada jalan lain kecuali mengimaninya dan membenarkannya.

Lalu apa gerangan yang telah mereka lakukan sehingga mendapatkan apresiasi mulia tersebut? Apakah mereka telah menjadi pelopor infrastruktur yang luar biasa dengan gedung-gedung pencakar langit dan sistem fisik menakjubkan lainnya semisal piramida tinggi menjulang di masa Fir’aun? Ataukah mereka telah menguasai sistem politik ekonomi internasional kala itu? Atau barangkali melalui berbagai kecanggihan dan modernisasi diberbagai bidang termasuk media informasi dan komunikasi? Jawabannya tidak, justru mereka hadir dengan value yang jauh lebih dahsyat sebagaimana Allah sebutkan dalam lanjutan ayat tersebut. “Ta’murụna bil-ma'rụfi wa tan-hauna 'anil-mungkari wa tu’minụna billaah”. Ternyata tiga poin penting yang menjadi asbab kemuliaan mereka para generasi terbaik umat ini. Amar ma’ruf nahi mungkar dan keimanan inilah mereka berhasil dan sukses menorehkan peradaban yang terbaik sepanjang sejarah peradaban umat manusia sejak awal hingga akhir zaman.

Keabsahan realita ini sekaligus menjadi angin segar dan berita gembira bagi seluruh penyeru dakwah ilallah khususnya para murabbiyah. Bukankah apa yang kita perjuangkan dalam amanah kemurabiyahan adalah tiga poin tersebut beserta segenap turunannya? Tidakkah kita berbahagia mengambil bagian termulia dengan mengikuti jejak para generasi terbaik? Demikianlah adanya wahai para murabbiyah. Amanahmu saat ini adalah amanah paling bergengsi sepanjang sejarah kehidupanmu meski engkau tunaikan dalam senyap dengan segala kesederhanaan dan keterbatasan dirimu. Keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, materi bahkan keterbatasan fisik. Namun satu hal yang pasti, mujahadahmu tak pernah terbatas. Kesungguhanmu merajut amanah kemurabbiyahan ini semestinya tak mengenal kata menyerah apalagi memilih berhenti. Karena mujahadah seorang murabbiyah adalah nadi peradaban umat. Mujahadah atau kesungguhannya adalah nafas perjuangan yang tak boleh berhenti berdenyut. Mujahadah adalah harga mati bagi seorang murabbiyah.

Menjadi seorang murabbiyah tidak menuntut kita untuk selalu sempurna disemua bidang. Namun amanah ini mengajarkan untuk selalu jujur dalam meniti jalan jihad fii sabilillahBermujahadah dalam kesabaran meski seringkali koyak entah karena ulah mutarabbiyah ataukah gesekan hati sesama murabbiyah. Bermujahadah dengan waktu dan tenagamu, barangkali engkau juga memiliki segudang amanah lain yang tak kalah banyak menguras waktu dan energimu tersebut, amanah akademik, amanah profesi (pekerjaan) ataukah amanah rumah tangga dengan segala urusan  domestiknya yang seakan tak pernah usai. Bermujahadah dengan finansial kita yang barangkali selalu menjadi momok tersendiri bagi sebagian murabbiyah.

Bermujahadah untuk belajar, mencari berbagai referensi agar bisa membawakan materi dengan metode terbaik yang kita mampu. Bermujahadah untuk berdamai dengan karakter diri, bermujahadah untuk keluar dari zona nyaman dan menempa diri secara perlahan tapi pasti demi sebuah amanah bertajuk pembinaan. 

Lalu apa yang tersulit dari seorang murabiyah? Apakah yang tersulit adalah mengisi halaqah tarbiyah? Mengatur retorika dan mempersiapkan performa terbaik setiap kali akan berhadapan dengan binaan kita, mengatur waktu? Ternyata bukan, meski semua itu juga bukan hal mudah bagi sebagian murabbiyah. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya memilih untuk menunda status kemurabbiyahannya dengan alasan belum siap mengisi, belum kapabel atau merasa kapasitas ilmu belum memadai untuk disampaikan kepada orang lain padahal bisa jadi itu adalah was-was syaitan untuk menghalanginya dari kebaikan. Adapun sisi yang tersulit dalam amanah mulia ini adalah keteladanan, yakni  menjadi qudwah hasanah. Sebagaimana ketika Allah melegitimasi rasul-Nya dalam sebuah ayat pada Al-Qur’an surah al Ahzab: 21 yang artinya:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Disini Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkan bahwa telah ada pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam suri teladan yang baik. Allah menyebutkan objek secara utuh yakni diri Rasulullah berarti semua lini kehidupan beliau adalah teladan yang baik bagi umat ini. Allah tidak sebutkan bagian-bagian tertentu saja. Misal telah ada pada lisan Rasulullah teladan yang baik atau telah ada pada perbuatan Rasulullah, telah ada pada kesabaran Rasulullah, dan seterusnya. Akan tetapi Allah sebutkan secara singkat dengan makna yang dalam. Sehingga inilah yang kita upayakan dalam diri masing-masing bagaimana berlatih agar menjadi pribadi yang menerapkan nilai ketakwaan dalam semua lini kehidupan. "Ittaqillah haitsu maa kunta" artinya bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. 

Semoga kita diberikan taufik oleh Allah subhanahu wa ta'ala agar senantiasa bermujahadah menjalankan amanah kemurabbiyahan ini thulal hayaa, sepanjang hayat. Mari tetap bermujahadah dengan segala keadaan dan kondisi kita, berjuang menyemai keterbatasan sekali lagi karena mujahadah seorang murabbiyah adalah nadi peradaban umat. Barakallahufiikum.

 

Rahmawati (FSUA) - Juara III Lomba Korps Murabbiyah

 

0 Komentar

Belum ada pesan

Tinggalkan Pesan